Minggu, 18 Agustus 2013

EVERYTHING FOR YOU

EVERYTHING  FOR  YOU
#4thAnnivCaikersFamily

            “Ik..!! Oik.!!” panggil Cakka sambil terus berusaha mengejar langkah gadis di depannya. Tapi gadis itu makin mempercepat langkahnya. “Oiikkk..!!!” dengan sekuat tenaga Cakka berlari. “Ik..!”tangannya menarik lengan Oik agar gadis itu berhenti. Cakka membalikkan gadis itu agar menghadap kearahnya. Ia menaruh tangannya di kedua pundak Oik, menjaga agar gadis itu tak pergi.
“kau marah padaku ya.?” Tanya Cakka. Matanya menatap lurus kearah Oik. tapi gadis itu malah memandang kesembarang tempat.
“jawab ik. kau tak biasanya seperti ini..”
Oik kemudian menatapnya tajam. Dan seketika itu pula tangannya menepis tangan Cakka agar menyingkir dari pundaknya.
“jangan sok akrab” Oik berbalik dan memulai langkahnya meninggalkan Cakka. Tapi cakka dengan gesitnya menarik tangan Oik dan lagi-lagi membalikkan badan gadis itu.
“please. aku tidak mengerti mengapa kau bertingkah seperti ini” Cakka menatapnya dengan tatapan memelas.
“apa kau tuli? Ku bilang JANGAN SOK AKRAB” oik memberi penekanan disetiap perkataannya. “aku benci melihat tingkahmu yang merasa tak melakukan kesalahan apapun.” Bentak Oik, Cakka tersentak.
“tapi aku benar-benar tidak mengerti Oik. bisakah kau memberi tahuku sesuatu? Aku benar-benar tak ingat pernah melakukan apapun”
Oik tersenyum sinis “itu karena kau egois. Kau sama sekali tak mengerti perasaan orang lain”
“tak bisakah kau memberi tahuku apapun yang telah membuatmu marah? Kau memojokkanku seolah akulah yang bersalah”
“memang kau salah.” Oik membuang muka
“kalau begitu katakan padaku. Di mana letak kesalahanku Oik”
“tidak. Kau pikir saja sendiri. kau punya otakkan?!” Oik berbalik lagi dan hendak melanjutkan langkahnya
“Baiklah..” teriakkan Cakka menghentikannya “apapun yang ku lakukan aku minta maaf. Aku menyesal telah melakukan hal itu” teriak Cakka, meskipun ia sendiri bingung, kesalahan apa yang telah membuat pacarnya itu marah. Apapun itu, itu pasti kesalahan yang amat besar.
“aku tak akan memaafkanmu sebelum kau tau kesalahan itu.” Oik benar-benar berjalan meninggalkan Cakka yang masih bingung. Sesekali juga Cakka memanggil nama Oik, tapi gadis itu tampak tak peduli.
“Aarrrgghhhhh..” Cakka menendang angin yang kebetulan sedang berhembus pelan. Ya meskipun ia tau, itu hanya angin dan tak akan melayang seperti bola yang sering ia tendang.
Cakka tertunduk lesu sambil meremas rambutnya dengan kuat. Aarrgghhh. Padahal ia sangat mengenal sifat Oik dengan baik. gadis itu tak pernah semarah itu kalau ia tak berbuat kesalahan besar. Tapi, melihat sikap Oik seperti itu tadi, ia seolah-olah baru saja mengenalnya. Ia sendiri tak merasa telah melakukan kesalahan apapun. Tapi mengapa gadis itu sangat marah padanya. Benar-benar membuatnya frustasi.
-----
Oik dan Sivia masing-masing mengangkat sebuah nampan berukuran medium yang berisi makanan. mata mereka sibuk menelusuri tiap sisi kantin, mencari tempat duduk yang kosong. Dan ternyata kursi-kursi telah penuh di tempati siswa-siswi yang sebagian besar tak mereka kenali. Keduanya saling pandang dan mengangkat bahu. Tak ada pilihan lain, kecuali mereka menunggu semuanya selesai makan.
“Yahhh...” Sivia menghela napas. “padahal aku sangat lapar..” Oik menatapnya bingung  “semalam aku tak makan” jawab Sivia tanpa di tanya. Oik tersenyum. Sivia lebih beruntung, ia sendiri sejak kemarin siang belum makan. Pikirannya terus terbayang akan Cakka. Kenapa pacarnya itu tidak sadar atas kesalahannya sendiri? padahal ia jelas-jelas melihat Oik.
“Via..!” panggil seseorangyang membuyarkan lamunan Oik. keduanya segera melihat kearah sang suara. Alvin melambaikan tangannya dari meja pojok. Suatu kebanggan untuk Oik, tak ada Cakka di sana. Hanya Alvin seorang. Kedua gadis itu segera berjalan dan duduk tepat dihadapan Oik.
“Cakka mana?” tanya Oik tanpa sadar. Ups. Seketika itu pula ia mengutuk dirinya sendiri. bodoh. Untuk apa aku menanyakan keberadaan orang itu?”
“ohh, itu dia... heeiii..!!” Alvin mengangkat tangannya kearah pintu. Dan di sana ada seorang pria yang baru memasuki kantin. Pria itu melambaikan tangannya lalu berlari kecil dan duduk di samping Alvin tepat didepan Oik. Oik mendelik kesal. Selera makannya tiba-tiba saja lenyap.
“hy Baby. Kau tidak marah lagi padaku kan??” tanya Cakka dengan senyum lebarnya.
“tergantung..” Oik melipatkan tangannya di depan dada “kau sadar atau belum?”
Senyum Cakka tiba-tiba pudar “tapi aku benar-benar tak merasa telah menyakitimu, sayang”
Oik menaikkan sebelah alisnya “benarkah?? WOW, hahahaha..” Oik tertawa sinis “sikapmu membuatku seperti orang bodoh” Oik berdiri
“kau mau kemana?” tanya Via
Oik mengangkat bahu “entahlah.. mungkin aku akan menyendiri dan membayangkan kesalahanku”  sindir Oik sambil melirik Cakka. Kemudian gadis itu pergi dari hadapan ketiganya.
Alvin menepuk pundak Cakka “kalian bertengkar?”
Cakka menatapnya “ya. Hanya salah paham”
“cepat kau selesaikan. Aku tak suka melihat Oik tak makan seperti itu” ujar Via sambil menyedot (?) ice nya.
Cakka hanya tersenyum kecut.
-------
Sudah dua minggu Cakka tidak pernah masuk sekolah lagi. entah kemana orang itu. apa ia menuruti kata Oik, menyendiri dan merenungkan kesalahan yang telah ia perbuat. Tapi aneh, dua minggu ini ia sama sekali tak menghubungi Oik. gadis itu kesepian.
“Vin.. cakka mana?” tanya Oik saat Alvin baru saja memasuki kelas.
“hmm.. loh, dia tak memberi mu kabar? Dia kan pindah” Oik melotot. Pindah? Secara diam-diam? Kenapa pria itu tak menyelesaikan masalahnya dulu sebelum pindah.
“kemana?” tanya Oik sekali lagi
“maaf. Bukan aku tak mau memberi tahumu. Tapi Cakka sendiri yang memintaku untuk merahasiakan ini..”
Damn. Oik merasa bahwa tubuhnya baru saja dibuang kejurang yang amat dalam. Cakka benar-benar membuatnya seperti orang bodoh. Setelah kesalahan yang diperbuatnya malam itu, sekarang ia pergi diam-diam tanpa kabar. Liat saja, kalau ia kembali, aku akan membunuhnya. Oik menggerutu dengan kesal
---------
Oik berdiri di balkon kamarnya. Kedua tangannya bertumpu pada besi pembatas. Matanya mendongak, memandang sejuta bintang yang sedang sibuk berganti warna. Tanpa ia sadari, setetes demi setetes air matanya meleleh. Entah apa yang telah ia lakukan. Tapi dalam 5 bulan ini Cakka sama sekali tidak pernah kesekolah lagi. semua ini salahnya. Mengapa sejak awal ia tak memaafkan Cakka. Begitu bencikah ia pada Cakka?. Tapi, Cakka sendiri juga bersalah, mengapa ia tak bisa menjaga hati Oik.
Oik baru saja pulang dari tempat kursus-nya. Ia berdiri di sebuah halte bis, menunggu sebuah bis yang lewat dan membawanya pulang. Malam ini ternyata sangat dingin. Anginnya serasa menusuk tulang-tulang Oik. dan bodohnya, ia tak memakai jaket. Ia memeluk dirinya sendiri agar rasa dingin itu berkurang.
Dan tiba-tiba saja pandangan Oik jatuh pada seorang pria dan wanita yang sedang berjalan  tak jauh dari halte tempat sekarang ia berdiri. Pria itu. Cakka. Pacar Oik. dan mereka terlihat mesra. Ketika tiba di depan Oik, cakka menatapnya. Oik benar-benar kaget. Cakka terlihat biasa, malah dengan santainya ia menghisap sebatang rokok yang tanpa Oik sadari memang ia pegang sedari tadi.
“Cakka..!” panggil Oik. cakka dan gadis itu menoleh
“siapa dia Kka?” tanya gadis itu. mulutnya bau alkohol. Astaga. Mereka mabuk.
Lagi-lagi Cakka menghisap rokoknya dengan santai tanpa ekspresi
“entahlah. Fans mungkin. Aku kan terkenal.. hahahaha” Cakka tertawa terbahak-bahak. Entah berapa gelas yang telah Cakka minum. Tapi yang pastinya ia sangat menyebalkan. “atau mungkin.. pengemis...” lanjut Cakka. Brakk. Hati Oik pecah. Cakka, tega sekali dia.
Plaakkkk.. satu tamparan keras dari Oik mendarat di pipi Cakka. Cakka memegang pipinya dengan kaget. Karena kesal, Cakka membanting rokoknya ke tanah, dan tangannya dengan sigap memegang leher Oik
“gadis kurang ajar. Beraninya kau..” bentak Cakka. Oik menutup mata dengan takut. “kau pikir kau siapa, Hah!!” dengan kasar pula Cakka melepaskan cengkraman itu.
Oik berusaha mengumpulkan tenaganya yang tiba-tiba saja hilang. Ia menatap Cakka sayu. Astaga. Sikap lelaki itu jauh beda dengan sikap Cakka yang di kenalnya. Entah masalah apa yang menimpa Cakka. Yang jelas itu membuatnya menjadi iblis yang tak terkendali. Tapi, seharusnya ia bercerita pada Oik. ia tak perlu melakukan hal-hal yang amat di benci gadis itu. dengan sikapnya yang egois seperti ini membuat Oik seolah-olah tak dipercayai oleh pacarnya sendiri. coba bayangkan, menyakitkan bukan?
--------
Pipi Oik sangat amat basah oleh airmatanya sendiri. dengan segera gadis itu menghapusnya.
Tuhan. Ku mohon. Beritahu aku dimana Cakka. Kenapa perasaanku amat sangat khawatir. Dimana dia. Kenapa dia tak pernah memberiku kabar. Aku amat merindukannya. Kumohon. Tolonglah aku.
Oik berulang kali menghapus airmata yang tak bisa dihentikannya. Dan otaknya secara otomatis memutar semua kenangannya bersama Cakka. Cakka yang tak pernah membentaknya, Cakka yang tak egois, Cakka yang ramah, Cakka yang romantis, dan Cakka yang mengerti semua sifat Oik. Oik hanya bisa berharap Cakka datang kesekolah besok. Ia benar-benar merindukan pria itu.
Sekali lagi ia menghapus airmatanya. Ia ingin melupakan kebenciannya pada Cakka. Hatinya telah memaafkan Cakka.
“Kka. Aku mohon. Sekali ini saja dengarkan aku. Aku hanya ingin kau hadir dan berkata maaf. Kka. please.”
Oik mengehela napasnya. Ia sendiri tau, bahwa Cakka tak akan mendengar apapun yang ia katakan
Dan tanpa gadis itu sadari, seseorang sedang menatapnya dari halaman depan. Pria itu tersenyum pucat, matanya sayu, dan tangannya terkepal kuat.
Rasa penasaran itulah yang membuatnya bertahan. Dan rasa penasaran itu pula yang membuatnya datang. Tapi ia tidak berani berhadapan langsung dengan Oik. ia takut, jika kedatangannya akan menggangu gadis itu.
---------
Oik terduduk lemah dikursinya, matanya memang tertuju pada setiap gerak-gerik Ibu Winda yang sedang mengajarnya, tapi pikirannya berpetualang entah kemana. Berkali-kali Oik memandang kearah jam dinding kelasnya, tetap saja detik itu berjalan seperti jarum jam baginya.
Ibu Winda sibuk mencatat sebuah rumus-rumus di papan tulis putih itu, begitu pula dengan yang lainnya sibuk dengan soal-soal yang ada di buku. Oik menengok ke pintu kelasnya. Astaga. Cakka.
“ssttt” Cakka menaruh jari telunjuknya di bibirnya sendiri. berisyarat agar Oik diam. Oik mengangguk semangat. Ia benar-benar senang.
Cakka berjalan lambat menuju kursinya tepat di samping Alvin yang tak peduli dengan kehadirannya. Cakka membanting pelan tasnya ke atas meja, mengeluarkan buku-buku yang akan ia pelajari. Oik tersenyum. Senang dapat bertemu pria itu lagi.
Tapi. Mengapa? Bukannya Cakka pindah? Mengapa bisa disini? Ada yang aneh,  Ia duduk tenang tanpa ada yang menyapanya. Biasanya Alvin menyempatkan diri untuk berbicara dengan sahabatnya itu. apa mereka bertengkar?
-----------
Cakka mengajak Oik untuk berlibur ke puncak. Katanya disana ada salah satu bukit yang pemandangannya sangat indah. Tentu saja Oik menurut. Sudah lama mereka tak liburan bersama.
Oik benar-benar telah melupakan kesalahan terbesar Cakka. Buktinya, mereka baik-baik saja saat duduk bersama di atas bukit ini.
Oik bersandar di dada Cakka. Dan kedua tangan Cakka memeluk leher Oik dari belakang.
“kau senang.?” Tanya Cakka.
“sangat..” jawab Oik sambil tersenyum lebar.
Cakka menghela napas. “ik.” panggil Cakka
“hhmmm” respon Oik tanpa mengubah posisinya.
“aku hanya ingin bertanya, mengapa waktu itu kau sangat marah padaku?”
Oik mengubah posisi setengah berbaringnya menjadi duduk menghadap Cakka. “kau benar tak ingat?” tanya Oik pelan. Cakka menggeleng. Oik tersenyum “sudahlah.. aku juga tak ingin mengingatnya.”
“tapi ini penting ik.. aku hanya ingin tau hal itu saja”
Oik tertunduk “waktu di halte bis?” Oik berusaha mengingatkan satu Hal pada Cakka. Ia bukan tidak ingin menjelaskan secara langsung, tapi ia hanya ingin pacarnya itu sadar sendiri oleh kesalahannya.
Cakka menggeleng. Kenapa ia tak ingat?.
“kau merokok, membentakku, dan kau selingkuh..” jawab Oik yang membuat Cakka melotot
“aku berbuat seperti itu?”Oik mengangguk.
“kau tak ingat lagi.? coba bayangkan, sebelum kau minum, kau sedang mendapat masalah apa?” tanya Oik yang membuat Cakka berpikir
“tidak.”
“kau yakin?”
“ya.. oh iya, sekarang aku sudah ingat. Bahwa aku sudah tertipu. Ada yang memasukkan obat di gelasku.”
Kening Oik berkerut. “Bagaimana kau tau??”
“aku kan peramal.. hihi..” canda Cakka yang membuat Oik membuang muka
“sama sekali tidak lucu” Oik mengerucutkan bibirnya. Cakka memandangnya
“kau kesal..?” tanya Cakka. Oik menatapnya sekilas dan kemudian kembali membuang muka.
“hmmmm. Kau tidak pernah serius.”
Cakka mencubit pipi Oik sambil tertawa pelan “aku serius Baby... ada orang yang sengaja menjebakku.” Cakka melihat ekspresi Oik, gadis itu masih tak percaya “kau mau bukti? Tanyakan saja pada Alvin. Dia merekam semuanya. Untung aku masih sempat melihatnya”
“benarkah? Wow.. untung saja kau sadar”
Dan keduanya saling diam. Hening yang indah. Benar kata Cakka. Pemandangan di bukit itu benar-benar indah.
“ik..” panggil cakka. Oik menoleh. Wajah Cakka amat pucat. Matanya memerah. Ia menangis. Mengapa? “aku hanya ingin tau hal ini saja.. tidak lebih. Dan..... maafkan aku ik.”
Oik tersenyum lalu mengangguk. Ia tidak mengerti maksud Cakka. Tapi ia tak mempersalahkan hal itu. baginya, melihat Cakka kembali saja membuatnya senang.
--------------
“HAHHH..!!! CAKKAAAA!!!” teriak Sivia dari sebrang telpon sana. Setelah pulang dari puncak, Oik langsung menelpon gadis itu. menceritakan semua kejadian yang sangat membuatnya senang.
“Ia Vi... Aaaaaaa.. dia benar-benar romantis. Hihihi..” Oik tertawa pelan.
“.....”
“kau tau.. dia bilang bahwa dia tak akan meninggalkanku lagi,”
“......”
“halo Vi. Kau masih disana kan??”
“ya Oik. aku mendengarmu."
“tapi mengapa kau diam saja.? Apa kau tidur?”
“hhmmm ya.. aku tertidur. Maaf ya.”
“ya sudah lah. Kapan-kapan ku telpon lagi. bye. Good night. Vi”
“night juga, Ik.”
Oik menutup telponnya dengan perasaan kecewa. Padahal ia sangat ingin berbagi cerita kepada sahabatnya itu. tapi Sivia malah tak bisa diganggu.
Tapi itu juga salahnya, ia menelpon ketika semua orang sedang beristirahat. Tak tahu aturan. Huft.
---------
Oik dan Sivia berkeliling di sebuah mall kota yang ukurannya sangat amat besar. Oiklah yang mengajak Sivia. Katanya ia ingin membelikan hadiah untuk hari Anniversary nya bersama Cakka. Tak terasa keduanya sudah berpacaran sejak 4 tahun yang lalu.
“Oik..”panggil Sivia. Saat ini mereka sedang berada di toko aksesoris. Oik berencana ingin membelikan Cakka kalung.
“hhmm” respon Oik.
“aku ingin bicara denganmu.”
Oik menatapnya dan kemudian mengangkat bahu. “silahkan..”
“tidak disini.”
“baiklah.. kita bicara sambil makan saja ya. Aku lapar. Eh tapi, aku ingin membayar ini dulu” Oik menunjukkan dua buah kalung berbentuk lumba-lumba yang apabila disatukan maka akan terlihat seperti bentuk LOVE.
Sivia hanya mengangguk.
-------
“ik..”panggil Sivia pelan. Oik menoleh bingung. Makanan sivia masih utuh, sedangkan makanannya sudah hampir habis.
“hhmmm.. apa kau yakin kalau selama ini kau bersama Cakka?” tanya Sivia. Oik mengangguk pelan, ia masih bingung dengan pertanyaan yang tiba-tiba keluar dari mulut Sivia.
Sivia menghela napas. Ia bingung harus menjelaskan semuanya.
“hhmm.. ik..” sekali lagi Oik mengerutkan keningnya. Kapan sahabatnya ini akan berbicara “Cakka ada dirumah sakit, ik. dia.... dia... kritis”
Duaarrrr.. badan Oik melemah, sendok yang ia pegang terjatuh ke lantai dan mengakibatkan bunyi tinngg beberapa kali. Mulutnya terbuka lebar. Ia ingin mengatakan sesuatu, tapi tak ada satupun suaranya yang terdengar.
“tidak..” Oik menggelengkan kepalanya tak percaya. “tidak mungkin” air matanya menetes perlahan. “kau pasti bohong kan?” bentaknya ke Sivia. Dalam hatinya tak ingin berbuat itu kepada sahabatnya. Tapi ia hanya ingin menumpahkan rasa ketidak percayaannya.
“ikk.. tenanglah.. awalnya aku juga tidak percaya. Tapi, saat aku melihat sendiri kondisinya seperti itu, aku jadi tak tega”
Oik sebisa mungkin tidak menangis, tapi airmata itu bagaikan airhujan yang tak bisa di cegahnya untuk tumpah. Kenapa Sivia memberinya kabar seperti ini. mengapa tidak ada kabar baik yang diberikannya. Andai ia tahu jawaban dari semua pandangannya itu
-------- satu jam saja -----
jangan berakhir
aku tak ingin berakhir
Oik berusaha sekuat tenaga untuk melangkahkan kakinya memasuki ruangan Cakka. Lelaki itu dengan tenang berbaring disana, dengan alat-alat yang melekat di tubuhnya,. Entah alat apa saja yang terpasang, ia tidak terlalu paham dengan ilmu kesehatan.
satu jam saja
ku ingin diam berdua
mengenang yang pernah ada

Oik duduk di kursi di samping ranjang Cakka. Tangannya menggenggam erat tangan Cakka. Tangan itu tak hangat. Tak juga dingin. Oik mengecup pelan tangan itu. matanya kemudian menelusuri setiap sisi wajah Cakka. Pucat. Persis seperti yang dilihatnya waktu dibukit tempo hari.
“Cakka...” panggil Oik serak, airmata yang sedari tadi mengalir tak ia pikirkan lagi. jika selama ini Cakka terbaring lemah di rumah sakit, lalu siapa yang bersamanya di bukit.
jangan berakhir
karena esok tak kan lagi
“sadarlah Cakka....” oik mengecup pipi Cakka. Dingin.
Pikiran Oik kembali terputar saat Cakka mengatakan “aku sangat menyayangimu, ik. Aku tak ingin meninggalkanmu lagi.” dan waktu itu Oik menangis juga.
satu jam saja
alvin dan Sivia mendekat pelan kearah Oik. sivia menepuk pundaknya. Oik menoleh.
“selama ini Cakka selalu memanggil namamu ik. dia sangat merindukanmu” ujar Alvin. Oik menatap Cakka lagi. wajahnya begitu tulus. Meskipun pucat.
hingga ku rasa bahagia
mengakhiri segalanya
oik tak ingin berbicara. hatinya begitu sakit melihat kondisi Cakka yang sedang berjuang antara hidup dan mati.
“mungkin kau bertanya-tanya, kenapa Cakka bisa berbaring disini..” pernyataan Alvin itu membuatnya menoleh. “dia kecelakaan” lanjutnya. Napas Oik tercekat. Cakka kecelakaan. Kenapa kedua sahabatnya ini tak memberi tahunya.
tapi kini tak mungkin lagi
katamu semua sudah tak berarti
“dia menuruti perkataanmu ik, menyendiri dan merenung. Dia merasa bersalah. dia tak ingin bertengkar denganmu. Dia ingin tau kesalahannya . tapi, ia sama sekali tak bisa mengingat kejadian itu. obat itu terlalu kuat mempengaruhi otaknya. Apalagi......” Alvin tak berani melanjutkan perkataannya.
“apa..? lanjutkan vin..” pinta Oik keras. Ia mungkin tak akan sanggup menghadapi hal ini. tapi ia harus tau..
“..... apalagi Cakka sedang menderita kanker otak...”
satu jam saja

Oik tertunduk lemah. Cobaan apalagi ini. cukup sudah. semua memang berat untuk ia hadapi.
itu pun tak mungkin
( tak mungkin lagi )
tak mungkin lagi
“dia tak ingin memberitahumu karena ia tak ingin kau sedih”
Bodoh. Justru itulah yang dirasakan Oik sekarang. Ia sangat sedih dan kecewa. Pacarnya sedang menderita penyakit berbahaya, tapi ia sendiri tak tau.
“Cakka kecelakaan tepat saat ia akan ke rumahmu. Saat ia ingin memberitahumu bahwa ia di jebak..”
Berarti, ini salahnya. Andai saja ia tak memperbesar masalah itu. andai saja ia memaafkan Cakka sejak awal. Ini semua tak akan terjadi.
jangan berakhir
ku ingin sebentar lagi

“ka.... kalau... Cak.. ka di sini... lalu siapa yang bersamaku tempo hari.?” Oik terisak. Ia terlibat dalam sebuah cerita yang tak dapat dipercayai.
satu jam saja
Alvin menggeleng.. tentu saja ia juga tak mengerti akan hal ajaib ini.
Sivia menepuk bahunya. “mungkin aku salah. Tapi mungkin juga aku benar. Firasatku mengatakan bahwa itu adalah raga Cakka yang sengaja ingin menemuimu.”
izinkan aku merasa
rasa itu pernah ada

            apalagi sekarang. Alasan Sivia tidak masuk akal. Bagaimana bisa raga seseorang keluar dan berjalan menemuinya. Bahkan juga dapat disentuhnya.
“tidak. Alasan apa itu. kau bohong. Aku tak pernah mendengar alasan itu. kalian penipu. Ini pasti trik kalian untuk mengerjai ku kan?? Cakka sehat kan... dia ingin mengejutkanku, ia kan??” bentak Oik sejadi-jadinya. Kemudian ia tersenyum sinis.
“kalian tau.. aku tak akan tertipu... Cakka. Bangunlah.. aku sudah tau rencanamu.” Oik berdiri dengan garang sambil menatap Cakka tajam. Tapi lelaki itu sama sekali tak bergeming.
jangan berakhir
karena esok tak kan lagi
( tak akan lagi )

dan kali ini Sivia juga ikut menangis. Karena kasihan. Alvin menariknya kedalam pelukannya. Sivia menangis sejadi-jadinya di dada Alvin. Dan lelaki itu hanya bisa mengusap-usap rambut Sivia pelan.
“ini bukan bohong, Ik. Cakka benar-benar kritis.” Alvinlah yang mencoba menjelaskan.
Sekali lagi Oik terduduk lemah di lantai. Ia tak menyangka, Cakka yang selama ini romantis, ternyata mempunyai penyakit berbahaya seperti itu.
satu jam saja
hingga ku rasa bahagia
mengakhiri segalanya
            “Cakka.. Bangunn!!!” teriak Oik histeris.
Perlahan, tangan Cakka bergerak. Matanya lambat laun terbuka
“ik... Cakka..” Sivia memanggil Oik. oik yang mengerti akan panggilan itu segera berdiri. Dan tangannya dengan sigap memegang tangan Cakka.
“Kka.. syukurlah.. aku merindukanmu Kka.” Oik mencium tangan itu. tangan kanannya pun mengusap pelan rambut Cakka. Mata Cakka yang sayu menatap kearahnya.
tapi kini tak mungkin lagi
katamu semua sudah tak berarti
( tak berarti )

“O...o..” Oik tau, pacarnya itu akan menyebut namanya, dan Oik segera memberi isyarat agar cakka diam. Agar itu bisa memperbaiki kondisi Cakka yang belum pulih.
“sstttt.. lebih baik kau tak perlu bicara dulu sayang.. kondisimu belum pulih.”
Sivia menatap Alvin “sebaiknya kita keluar. Sudah waktunya bagi mereka” ajak Sivia. Alvin mengangguk sambil tersenyum. Dan keduanya pun berjalan keluar ruangrawat Cakka.
satu jam saja
“Aku... minta maaf....” suara Cakka begitu damai.
Dan tiba-tiba saja pandangannya mulai pudar. Tangannya melemah dan tak kuat lagi menggenggam tangan Oik.
itu pun tak mungkin
( itupun tak mungkin )
tak mungkin lagi
“Ca..Kkaa....” oik tersentak kaget. Alat pendeteksi jantung Cakka tiba-tiba berbunyi ttiiiittttt nyaring, garis yang semula berbentuk zigzag kini menjadi lurus. Apa artinya itu?
“Cakkkaaaaa!!!!” teriak Oik
Tangan Cakka yang digenggamnya tiba-tiba jatuh keatas ranjang. Secepat itukah malaikat maut mengambil Cakkanya.
jangan berakhir
ku ingin sebentar lagi
“Cakkaaaaa.. Banguuunn!!!!” teriak Oik sekali lagi. tapi tak ada jawaban “Dokter..... Dokterr...!!” Oik berusaha memanggil dokter tapi suaranya tak begitu nyaring.
satu jam saja

“Cakka.. bangun Kka” Oik mengguncang-guncang tubuh Cakka, tapi tetap saja tak bereaksi. Cakka.... meninggal
“Cakkkaaaa...” entah berapa liter sudah airmata gadis itu tumpah. Tapi tetap saja ia tak peduli.
izinkan aku merasa
rasa itu pernah ada
“ku mohon.. bangunlah.. ceritakan padaku semuanya. Kau bilang kau mencintaiku. Kau bilang kau tak akan meninggalkanku. Tapi kenapa kau bohong Kka.. kau pembohong” Oik terisak didada Cakka.
( izinkan aku merasa )
rasa itu pernah ada
Berakhirlah sudah. Oik tak bisa menjaga Cakka. Cakka benar-benar meninggalkannya didunia yang entah kapan akan indah lagi. Oik berusaha menarik napasnya yang habis karena meneriakkan nama Cakka.
Cakka pergi lagi, dan ini untuk selamanya.
------- cinta sejati ---
Oik duduk sendiri di atas bukit. Pandangannya kosong. Ia tak percaya, Cakka pergi secepat ini. dan secara tiba-tiba pula. Tak adakah yang lebih menyakitkannya lagi? kenapa waktu tak mempersatukan mereka. Mengapa waktu harus merebut Cakka seperti ini?
Manakala hati menggeliat mengusik renungan
Mengulang kenangan saat cinta menemui cinta
Suara sang malam dan siang seakan berlagu
Dapat aku dengar rindumu memanggil namaku

Oik merasakan hembusan angin yang membelai rambut panjangnya itu. Angin yang amat sejuk. Andai ada Cakka disini.
Aku menunggumu, ik. aku tau kita tak bisa bersatu didunia. Tapi aku menunggumu di sini. Di tempat yang abadi ini.
Saat aku tak lagi di sisimu
Ku tunggu kau di keabadian

Tenanglah sayang. Aku akan selalu menjaga mu..
Aku tak pernah pergi, selalu ada di hatimu
Kau tak pernah jauh, selalu ada di dalam hatiku

Jaga cinta itu, ik. karena cinta itulah, aku akan selalu ada di sisimu.
Sukmaku berteriak, menegaskan ku cinta padamu
Terima kasih pada maha cinta menyatukan kita
Saat aku tak lagi di sisimu
Ku tunggu kau di keabadian
Oik menghela napas. Ia mendengar bisikan itu. suara Cakka, menggema ditelinganya. perlahan senyumannya mengembang.
Aku mencintaimu sayang. Percayalah. Aku tak akan pernah pergi.
Cinta kita melukiskan sejarah
Menggelarkan cerita penuh suka cita
Sehingga siapa pun insan Tuhan
Pasti tahu cinta kita sejati
           
Aku juga mencintaimu, Kka. everything for you.

-TAMAT- THE END- SELESAI-